Tahun 2011 sudah di depan mata dan target 4 Juta speedy di Th 2011 pun sudah dicanangkan, maka para unit Pengelola Infrastruktur sudah harus berbenah diri guna mendukung tercapainya tujuan tersebut. Untuk itu dengan memilih lokasi di bandung, Selasa ( 28/9) jajaran ex Multimedia yaitu RMO, SO dan SA yang sejak Mei 2010 ini telah dialih kelola ke Divisi InfraTEL perlu menajamkan Rencana kerjanya guna mendukung layanan speedy dan layanan kepada corporate customer.
Workshop yang dibuka secara resmi oleh EGM InfraTEL ini selain diikuti oleh kurang lebih 60 orang dari jajaran RMO, SO dan SA, juga dihadiri oleh para Senior leader Divisi InfraTEL. Sebelum memulai arahannya, Edy Irianto sedikit menceritakan mengenai proses alih kelola dan fungsi ex multimedia ini.
Proses alih kelola ini tidak dilakukan secara radical seperti layaknya perangkat yang harus diintegrasi terlebih dahulu baru dilanjutkan ke proses migrasi. Namun, di dalam organisasi yang seharusnya dilakukan adalah migrasi terlebih dahulu dan seiring berjalannya waktu juga dilakukan integrasi.
Hal ini dilakukan karena culture setiap unit bisnis satu dengan unit bisnis lainnya berbeda, tergantung dengan jobnya masing masing. Sebagai EGM InfraTEL, Edy Irianto perlu melihat dan mempelajari betul kondisi SDM dan bisnis proses dari jajaran ex multimedia tersebut sehingga kelak saat dilakukan transformasi new infraTEL, mereka sudah beradaptasi sehingga siap untuk dilakukan integrasi. Dengan latar belakang culture yang berbeda, diharapkan hal itu tidak menjadi penghalang karena biar bagaimanapun unit bisnis Multimedia dan InfraTEL ini masih dalam 1( satu ) proses .
Edy Irianto menyampaikan pula bahwa tugas jajaran ex multi media ini sangat berat, layaknya mengelola “barang panas“. Sedikit saja layanan speedy ini mengalami gangguan maka imbasnya bisa kemana mana dan bisa membuat stres semua pihak.
Edi menambahkan juga bahwa kondisi stress adalah hal yang baik, namun prosentasenya tidak boleh lebih dari 60%. Kondisi setres seperti ini menandakan adanya rasa kepedulian dan tingginya rasa memiliki. Supaya kondisi stres ini tidak melampaui batas normal maka soliditas harus lebih ditingkatkan dan semua hal harus dibenahi dengan membuat proses yang paling efektif.
Sebagai contoh, “kasus vicon” yang terjadi baru – baru ini merupakan bukti bahwa salah satu sistem dan prosedur tidak dilakukan sebagai mana mestinya. Untuk itu Edy Irianto berharap kepada para peserta worshop untuk membuat standarisasi dan parameter yang memenuhi syarat, jangan melihat hasil kerja hanya berdasarkan visual semata saja.
Pesan berikutnya yang beliau sampaikan adalah mengenai pemberian pelayanan world class kepada Top 20 harus 99,999%. Untuk itu perlu dibuat requirement supaya Top 20 ini bisa memenuhi 99.999% baik dari sisi teknis, proses, maupun requirement lain yang dibutuhkan.
Saat ini infrastruktur sudah dibangun dengan sangat canggih, namun dibeberapa lokasi masih banyak instalasi yang amburadul dan seadanya. Instalasi IP pun masih banyak yang belum memenuhi standard dan akibatnya jika terjadi trouble akan sulit untuk dibenahi dengan segera. Masalah seperti ini kerap terjadi karena hal – hal basic (pondasi) yang sangat rapuh. Oleh karena dalam worshop ini EGM meminta untuk dilakukan pembenahan dan perapihan system dari instalasi serta perbaikan proses dan standarisasi sehingga tugas untuk menyediakan layanan 4 juta speedy ini dapat terpenuhi.
Jika kita semua sudah kerja secara optimal dan smart, namun tiba - tiba terjadi sesuatu di luar faktor teknis, kita hanya bisa berdoa dan menyerahkan semuanya kepada Yang Maha Kuasa.
Pesan EGM lainnya adalah tentang standarisasi Tellabs yang tidak hanya sebatas status closed saja tapi impact nya pun perlu diperhatikan.
Di akhir arahannya, EGM InfraTel pun mengingatkan kembali mengenai proses audit SOA, yang akan dilakukan dalam waktu dekat ini, diharapkan semua jajaran mampu mempersiapkan materi terkait, melakukan validasi data dan evidence sehingga target zero control deficiency bisa tercapai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar